saya akan menampilkan pengetehuan dll~~~~

Jumat, 02 Desember 2011

pengaruh kebijakan pemerintah terhadap kolonial

pengaruh kebijakan pemerintah terhadap kolonial
Kehidupan ekonomi
politik
Sosial
budaya
Dengan masuknya sistem ekonomi uang, maka beban rakyat bertambah berat.Ekonomi uang memudahkan bagi pelaksana pemungutan pajak, peningkatanperdagangan hasil bumi, lahirnya buruh upahan, masalah tanah dan penggarapannya.Sistem penyewaan tanah, dan praktik-praktik kerja paksa juga telah memperberatkehidupan penduduk pedesaan.
Semenjak awal abad ke-19 pengusaha Belanda mulai mengadakan pembaharuan politik kolonial. Pengaruh Belanda makin kuat karena intervensi yang intensif dalam persoalan-persoalan intern negara-negara tradisional seperti dalam soal penggantian takhta, pengangkatan pejabat birokrasi, ataupun campur tangan dalam menentukan kebijaksanaan politik negara. Akibat yang terjadi dari tindakan pemerintah itu timbul perubahan tata kehidupan di kalangan rakyat Indonesia. Tindakan pemerintah Belanda untuk menghapus kedudukan menurut adat penguasa pribumi danmenjadikan mereka pegawai pemerintah, meruntuhkan kewibawaan tradisional penguasa pribumi. Kedudukan mereka menjadi merosot
kesejahteraan hidup semakin merosotsehingga mencapai tingkat kemiskinan yang tinggi. Praktik-praktik pemerasan danpenindasan yang dilakukan oleh penguasa dalam menjalankan pemungutan pajak,kerja paksa, penyewaan tanah dan penyelewengan-penyelewengan lainnya, telahmenjadikan rakyat di pedesaan menjadi lemah. Mereka tidak memiliki tempat berlindung dan tempat untuk mengatakan keberatan-keberatan yang dirasakan.Tidak mengherankan, apabila kebijakan kolonial tersebut menimbulkan rasa antipatidi kalangan rakyat, yang dapat menuju ke arah timbulnya perlawanan-perlawanan
Dalam bidang kebudayaan, pengaruh kehidupan Barat di lingkungan tradisionalmakin meluas. Cara pergaulan, gaya hidup, cara berpakaian, bahasa, dan pendidikan barat mulai dikenal di kalangan atas.
Sementara itu, beberapa tradisi di lingkungan penduduk mulai luntur danhilang. Tradisi keagamaan rakyat pun mulai terancam. Selain itu, sekolah-sekolahmulai didirikan walaupun tujuan sebenarnya untuk kepentingan penjajah itu sendiri

Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia


Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia

1. Arti Pandangan Hidup Suatu Bangsa.

“ Apa arti pandangan hidup suatu bangsa?”. Pertanyaan ini sukar untuk dijawab tanpa mengetahui bahwa bangsa itu mengenal berbagai kelompok masyarakat manusia yang membentuk bangsa. Kita mengenal bangsa Amerika yang terdiri atas berbagai asal ras dan asal kebudayaan. Ada yang beasal dari Eropa, Inggris, Jerman, Timur Tebgah, Jepang dan masih banyak lagi. Tetapi mereka menyebut diri sebagai bangsa Amerika.


Semua mengaku sebagai bangsa Amerika yang siap membela Negara Amerika. Indonesia pun sama seperti bangsa Amerika yang terdiri atas berbagai kelompok masyarakat yang masing-masing berbeda latar belakang budayanya, agama, dan bahkan darahnya. Tetapi sejak tanggal 28 Oktober 1928 kita telah menjadi satu bangsa Artinya satu kesatuan dari berbagai ragam latar belakang sosial budaya, agama dan keturunan yang bertekad untuk membangun satu tatanan hidup berbangsa dan bernegara.

Setiap bangsa mempunyasi cita-cita untuk masa depan dan menghadapi masalah bersama dalam mencapai cita-cita bersama. Cita-cita kita sebagai bangsa Indonesia tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yakni mewujudkan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur materil dan spirituan berdasarkan Pancasila. Seperti halnya keluarga, sutau bangsa yang bertekad mencapai cita-cita bersama memerlukan suatu pandangan hidup. Tanpa pandangn hidup, suatu bangsa akan  terombang ambing. Dengan pandangan hidup suatu bangsa dapat secara jelas mengetahui arah yang dicapai.
Dengan pandangan hidup, suatu bangsa :
  • Akan dengan mudah memandang persoalan-pesoalan yang dihadapi;
  • Akan dengan mudah mencari pemecahan masalah-masalah yang dihadapi;
  • Akan memiliki pedoman dan pegangan;
  • Akan membangun dirinya.

Dengan uraian di atas jelaslah betapa pentingnya pandangan hidup suatu bangsa. Pertanyaan berikut yang secara wajar muncul pada diri kita sendiri “ apakah pandangan hidup itu sesungguhnya?”.
Seorang dewasa yang memiliki pandangan hidup adalah seseorang yang :
  • Yang secara sadar mengetahui cita-citanya;
  • Yang secara sadar memilih bentuk kehidupan yang ditempuhnya;
  • Yang mengetahui nilai-nilai yang dijunjung tinggi;
  • Yang mengetahui mana yang benar dan mana yang salah serta  melaksanakanya secara jujur.

Dengan demikian, pandangan hidup suatu bangsa adalah :
  • Cita-cita bangsa;
  • Pikiran-pikiran yang mendalam;
  • Gagasan mengenai wujud kehidupan yang lebih baik.

Jadi pandangan hidup suatu bangsa adalah inti sari (kristalisasi) dari nilai-nilai yang dimiliki bangsa itu dan diyakini kebenaranya, yang berdasarkan pengalaman sejarah dan yang telah menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkanya dalam kehidupan sehari-hari.


Setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah mana tujuan yang ingin dicapai sangat memerlukan pandangan hidup. Dengan pandangan hidup inilah sesuatu bangsa akan memandang persoalan-persoalan yang dihadapi dan menetukan arah serta bagaimana cara bangsa itu memecahkan persoalan-persoalan tadi.

Tanpa memiliki pandangan hidup maka sesuatu bangsa akan merasa terus terombang-ambing dalam menghadapi persoalan-persoalan besar yang timbul, baik persoalan-persoalan di masyarakat sendiri maupun persoalan-persoalan besar umat manusia dalam pergaulan masyarakat bangsa-bangsa di dunia ini. Dengan pandangan hidup yang jelas sesuatu bangsa akan memiliki pedoman dan pegangan bagaimana ia memecahkan masalah-masalah politik, ekonomi, sosial budaya yang timbul dalam gerak masyarakat yang makin maju. Dengan berpedoman pada pandangan hidup itu pula sesuatu bangsa akan membangun dirinya.

Dalam pandangan hidup ini terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh sesuatu bangsa, terkandung pikiran yang dianggap baik. Pada akhirnya pandangn hidup suatu bangsa adalah suatu kristalisasi nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenaranya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkanya. Karena itulah dalam melaksanakan pembangunan misalnya, kita tidak dapat begitu saja mencontoh atau meniru model yang dilakukan oleh bangsa lain tanpa menyesuaikan dengan pandangn hidup, dan kebutuhan-kebutuhan yang baik dan memuaskan bagi suatu bangsa, belum tentu baik dan memuaskan bagi bangsa lain. Oleh karena itu pandangan hidup suatu bangsa merupakan masalah yang sangat asasi bagi kekohan dan kelestarian suatu bangsa.

Negara Republik Indonesia memang tergolong muda dalam barisan Negara-negara lain di dunia. Tetapi bangsa Indonesia lahir dari sejarah dan kebudayaan yang tua, melalui gemilangnya Kerajaan Sriwijaya, Majapahit dan Mataram.

Kemudian mengalami penderitaan penjajahan sepanjang tiga setengah abad, sampai akhirnya bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaanya pada tanggal 17 Agustus 1945. Sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk merebut kembali kemerdekaan nasionalnya sama tuanya dengan sejarah penjajahan itu sendiri. Berbagai babak sejarah telah dilalui dan berbagai jalan ditempuh dengan cara yang berbeda-beda, mulai dari cara yang lunak sampai dengan cara yang kasar, mulai dari gerakan kaum cendikiawan yang terbatas smapai pada gerakan yang menghimpun kekuatan rakyat banyak, mulai dari bidang pendidkan, kesenian daerah, perdagangan sampai pada gerakan-gerakan politik.

Bangsa Indonesia lahir menurut cara dan jalan yang ditempuhnya sendiri yang merupakan hasil antara proses sejarah di masa lampau, tantangan perjuangan dan cita-cita hidup di masa yang akan datang, yang secara keseluruhan membentuk kepribadianya sendiri. Oleh karena itu bangsa Indonesia lahir dengan kepribadianya sendiri, yang bersamaan dengan lahirnya bangsa dan Negara itu, kepribadian itu ditekankan sebagai pandangan hidup dan dasar Negara Pancasila. Bangsa Indonesia lahir dengan kekuatan sendiri, maka percaya pada diri sendiri juga merupakan salah satu cirri kepribadian bangsa Indonesia. Karena itulah, Pancasila bukan lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan telah melalui proses yang panjang, dimatangkan oleh sejarah perjungan bangsa kita sendiri, dengan melihat pengalaman bangsa-bangsa lain, dengan diilhami oleh bangsa kita dan gagasan-gagasan besar bangsa kita sendiri.

Karena pancasila sudah merupakan pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa, maka ia diterima sebagai Dasar Negara yang mengatur hidup ketatanegaraan. Hal ini tampak dalam sejarah bahwa meskipun dituangkan dalam rumusan yang agak berbeda, namun dalam tiga buah UUD yang pernah kita miliki  yaitu dalam pembukaan UUD 1945, Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat dan UUD sementara Republik Indonesia tahun 1950 pancasila itu tetap tercantum di dalamnya.

Pancasila yang selalu dikukuhkan dalam kehidupan konstitusional kita, Pancasila selalu menjadi pegangan bersama pada saat terjadi krisis nasional dan ancaman terhadap eksistensi bangsa kita, merupakan bukti sejarah bahwa Pancasila memang selalu dikehendaki oleh bangsa Indonesia sebagai dasar kerohanian bangsa, dikehendaki sebagai Dasar Negara.

3.    Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa

Manusia yang diciptakan oleh Tuhan yang Maha Kuasa, dikodratkan hidup secara berkelompok. Kelompok manusia itu akan selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Perkembangan manusia dari yang mengelompok itu sampai pada suatu keadaan dimana mereka itu terjalin ikatan hubungan yang kuat dan serasi. Ini adalah pertanda adanya kelompok manusia itu dengan cirri-ciri kelompok tertentu, yang membedakan mereka dengan kelompok-kelompk manusia lainya. Kelopmok ini membesar dan menjadi suku-suku bangsa. Tiap suku bangsa dibedakan oleh perbedaan nilai-nilai dan moral yang mereka patuhi bersama. Berdasarkan hal ini kita dapat menyebutkan adanya kelompok suku bangsa Minangkabau, Batak, Jawa, Flores, Sunda, Madura, dan lain sebagainya. Semua suku itu adalah modal dasar terbentuknya kesadaran berbangsa dan adanya bangsa Indonesia yang kita miliki adalah bagian dari bangsa itu sekarang ini.
Kelompok-kelompok manusia tersebut dikatakan suku bangsa, karena mempunyai tujuan hidup. Tujuan hidup kelompok ini akan membedakan mereka dengan kelompok suku bangsa lain di Nusantara ini. Jadi kita kenal dengan pandangan hidup suku Jawa, Sunda, Batak, Flores, Madura, dan lain-lain sebagainya.

Pandangan hidup merupakan wawasan atau cara pandang mereka untuk memenuhi kehidupan di dunia dan bekal di hari akhir. Bangsa Indonesia yang terdiri dari suku bangsa tersebut, meyakini adanya kehidupan di dunia dan hari akhir. Berdasarkan hal tersebut kita menemukan persamaan pandangan hidup di antara suku-suku bangsa di tanah air ini, ialah keyakinan mereka adanya dua dunia kehidupan.
Inilah yang menyatukan pandangan hidup bangsa Indonesia, walaupun mereka terdiri atas berbagai suku yang berbeda.

Bangsa Indonesia yang terikat oleh keyakinan Kepada Tuhan yang Maha Kuasa dan kuatnya tradisi sebagai norma dan nilai kehidupan dalam masyarakat adalah tali persamaan pandangan hidup antara berbagai suku bangsa di Nusantara ini. Pandangan hidup kita berbangsa dan bernegara tersimpul dalam falsafah kita Pancasila. Pancasila memeberikan pancaran dan arah untuk setiap orang Indonesia tentang masa depan yang  ditempuhnya. Inilah pandangan hidup bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam kelima Sila Pancasila.

















Pandangan Hidup Bangsa Terpinggirkan

Pandangan Hidup Bangsa Tersingkirkan Jika sejarah awal munculnya multikultur sebagai sebuah gerakan yang hadir akibat dilantunkannya suara-suara minoritas atau budaya-budaya yang terpinggirkan. Saat inipun multikultural dapat dikatakan masih berkutat dengan isu-isu tersebut. Hak-hak budaya lokal dan kaum terpinggirkan yang seringkali tidak diakui sebagai bagian dari budaya bangsa adalah wilayah kerja utamanya. Meskipun demikian lingkup kerja gerakan ini semakin beragam dengan semakin banyaknya suara-suara kecil yang ingin diperjuangkan. Budaya sebagai budaya, tak lagi menjadi isu sentral dalam gerakan ini. Sesuai perkembangan jaman, budaya yang sering diartikan sebagai daya cipta, karsa, dan karya manusia—dalam artian positif— mengalami dekandensi pemaknaan. Hampir semua yang dapat dihasilkan oleh manusia, saat ini bisa diketegorikan sebagai budaya. Padahal hal ini tentu mendistorsi nilai dasariah awal budaya itu sendiri. Budaya yang dahulu diidentikkan sebagai pancaran dari nilai-nilai yang “baik” telah dirubah menjadi sosok yang lebih beragam dan berwarna. Hampir selalu, yang menjadi acuan untuk menilai satu budaya yang baik itu seperti apa, subjektifitas dalam kelompok atau bangsa akan selalu hadir. Baik dan buruk dapat dilihat dari kacamata masing-masing, tergantung siapa yang melihat. Bisa saja baiknya nilai budaya satu kelompok itu dianggap buruk nilai. Dan kebalikan dari itu, buruknya nilai budaya satu kelompok bisa saja menjadi satu nilai yang baik menurut yang lain. Budaya seks bebas misalnya, oleh mereka yang menganggap seks bebas sebagai sesuatu yang biasa, tentu budaya seks bebas dapat menjadi baik. Padahal, pada umumnya budaya seks bebas ini memiliki nilai hakiki buruk di dalam dirinya. Kenyataan inilah yang akhirnya membawa nilai baik dalam budaya itu menjadi relatif.[1] Kerelatifan nilai baik dalam budaya inipun tak hanya bersinggungan dengan budaya dari hasil perilaku manusia pada umumnya. Budaya sebagai satu pandangan hidup bersamapun tak mampu membendung gelombang ini, tak terkecuali Pancasila sekalipun. Bangsa ini pasti ingat betul bagaimana Pancasila pada masa-masa pra-reformasi, dijunjung-junjung dan diagung-agungkan. Di masa Soekarno—meskipun diduakan—Pancasila masih merupakan pandangan hidup bangsa, sebagai satu kaidah dengan nilai-nilai baik yang dapat dijadikan pegangan. Hampir semua setuju bahwa Pancasila adalah baik. Sedangkan di masa Soeharto, Pancasila mendapatkan tempat suci di dalam diri bangsa ini. Tempat suci itu menjadikannya sebagai satu pandangan hidup dengan nilai-nilai baik secara “mutlak”. Hingga apa-apa yang tidak sesuai dengannya harus menjadi entitas-entitas diri yang terbuang. Paska reformasi, Pancasila mendapatkan dirinya dalam kontraposisi dengan dirinya pada masa-masa sebelumnya. Pancasila pelan tapi pasti, semakin menyingkir dari gegap gempita kehidupan bangsa Indonesia. Disadari atau tidak, Pancasila mulai mati suri sejak reformasi bergulir. Bangsa ini menjadi apatis terhadap Pancasila.Kevakuman pandangan hidup bersama ini membawa dampak yang bisa dikatakan tidak baik. Pertama, kekosongan ini menjadikan suara-suara minoritas yang dulunya terkekang, mulai muncul kepermukaan. Padahal bila dibiarkan, suara-suara minoritas yang semakin vokal akan menimbulkan kebebasan yang keblabasan. Setiap kelompok merasa berhak untuk melakukan apa yang dirasa menjadi hak mereka. Hak-hak itu diumbar dengan tanpa melihat kewajiban yang ada karena hak tersebut. Kebebasan inilah yang sekarang menjadi kebebasan yang tak berarah. Dan tentunya ini sangat riskan dalam upaya menegakkan kembali bangsa ini. Kedua, dengan “tiadanya” Pancasila, maka benih-benih perpecahanpun akan semakin nampak. Meskipun Pancasila sebagai hasil upaya manusia, namun karena pengupayaannya didasarkan keragaman bangsa indonesia, di dalam perbedaan itu posisi Pancasila sangatlah vital. Uniknya keberagaman di dalam Indonesia memerlukan sesuatu yang dapat mengikat keberbedaan itu dengan tanpa merendakan yang lain. Pancasila hadir bukan atas nama satu kelompok. Pancasila ada karena menaungi keberagaman dalam bangsa ini. Menghidupkan PancasilaBanyak sekali upaya yang dilakukan untuk mencoba mengangkat kembali Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa. Namun, hingga saat ini upaya-upaya itu belum begitu menemukan hasilnya. Stigma buruk terlanjur melumpuhkannya. Sehingga kepercayaan terhadapnyapun kian melemah. Menemukan cara untuk menghidupkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa masih menjadi pekerjaan rumah yang rumit bagi bangsa ini. Namun, karena pentingnya kehadiran Pancasila, akan lebih baik bila jalan keluar itu segera ditemukan. Pancasila tak boleh mati, apalagi menjadi sebuah prasasti tanpa arti. Jangan biarkan Pancasila semakin beasik maksyuk dengan kesendiriannya. Dan jangan biarkan Pancasila menjadi satu di antara berbagai macam suara multikultur lain yang menjerit tanpa dapat didengar suaranya. Save our nation, save our Pancasila. [1] Dari sini saya mempertanyakan adakah nilai baik secara universal. Dalam artian nilai baik yang bisa diakui oleh semua laipisan dan kalangan. Hampir dipastikan tidak ada jawaban, ya! Di situ. Yang perlu digarisbawahi, “nilai” yang saya maksud di sini adalah bukan nilai universal secara hakiki. Karena kalau membahas nilai universal ini secara hakiki, jelas nilai baik budaya tak ada yang relatif. Nilai universal yang hakiki, akan menyatakan bahwa nilai yang baik adalah nilai yang baik berdasar kebaikan dalam dirinya. Dan saya pikir nilai semacam ini tak akan tersentuh oleh manusia




















Jangan Dustakan Pancasila Sebagai Dasar Negara, Falsafah dan Pandangan Hidup Bangsa Indonesia




Pada akhir-akhir ini banyak permasalahan bangsa yang cukup menyita perhatian publik. Permasalahan itu seperti Kasus Bank Century, Kasus Mafia Pajak, Kasus Mafia Peradilan,  tawuran antar warga/kelompok, dan kasus-kasus lainya. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa permasalahan-permasalahan itu terjadi …??? Jawabnya adalah telah terjadi pendustaan terhadap dasar Negara kita yaitu Pancasila.
Pancasila pada hakekatnya merupakan system nilai (Value System) yang merupakan kristalisasi dari nilai-nilai luhur dan kebudayaan bangsa Indonesia, yang berakar dari unsur-unsur kebudayaan secara keseluruhan terpadu menjadi kebudayaan bangsa Indonesia. Proses terjadinya Pancasila melalui suatu proses yang disebut kausa materialism karena nilai-nilai Pancasila sudah ada dan hidup sejak jaman dulu yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Pandangan yang diyakini kebenarannya itulah yang menimbulkan tekad bangsa Indonesia untuk mewujudkannya dalam sikap dan tingkah laku serta perbuatannya.
Kehidupan bangsa Indonesia memerlukan adanya implementasi nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila, supaya nilai norma dan etika yang terkandung di dalam Pancasila benar-benar menjadi bagian yang utuh dan dapat menyatu dengan kepribadian setiap manusia Indonesia, sehingga dapat